Belanja Sebagai Terapi



Pernahkah Anda merasa begitu gembira setelah berbelanja? Pernahkah Anda merasa berhasil memperbaikisuasana hati setelah membeli kuteks untuk
mewarnai kuku, atau mendapatkan kacamata yang mampu mengubah penampilan menjadi lebih keren?Belanja bukanlah aktivitas sesederhana memilih lalu membayar. Lebih dari itu, belanja merupakan aktivitas mental yang cukup rumit. Ketika berkeliling di pusat pertokoan, kemudian mengamati model dan warna  sepatu, tas, aksesori, kaca mata, baju branded, kita akan membayangkan diri saat mengenakan barang-barang itu.  Ketika pada akhirnya kita memutuskan untuk membeli, kita menginginkan adanya perubahan saat menggunakan hasil belanjaan itu. Tidak salah, karena memang demikian proses berbelanja. Banyak orang berharap mengalami perubahan ketika membeli barang.  “Dalam batas normal, berbelanja dapat disebut retail therapy. Tidak menghabiskan uang, tidak berlebihan, setelah berbelanja merasa diri ‘diterapi,’ merasa puas, dan  tetap dalam kendali,” Setiap orang tentu pernah mengalami perubahan dalam hidupnya. Ketika masa transisi itu sedang dijalani, ia butuh sesuatu untuk membuat masa transisi itu menjadi lebih mudah. Berbelanja atau membeli barang-barang baru, bisa memberikan manfaat terapi dalam beberapa perubahan hidup, dan dapat memperkaya hidupnya. Misalnya:Belanja untuk memulai hidup baru
“Beberapa bulan setelah bercerai, saya melakukan ‘cuci gudang.’ Saya undang teman-teman saya untuk mengambil barang-barang yang mengingatkan saya pada mantan suami. Setelah itu saya belanja material dan banyak sekali barang untuk mendesain dan mendekor ulang rumah saya,” papar Rita (42), yang lebih senang membelanjakan uangnya untuk menghias rumah.  “Berbelanja seperti yang dilakukan oleh Rita, itu masih dalam batas normal. Tujuannya jelas, ingin membangun hidup baru, untuk kebahagiaannya,”
 Belanja demi sukses
“Sewaktu saya pindah kerja, saya melipat baju lama saya dan menyingkirkan sepatu dan tas lama. Saya ganti semua dengan yang baru, karena saya ingin tampil baru. Dengan penampilan baru, saya lebih percaya diri menghadapi pekerjaan baru,” Sebuah riset yang dimuat dalam The Journal of Experimental Social Psychology menyebut bahwa pakaian seseorang dapat memengaruhi kesuksesannya. Riset dilakukan dengan meminta beberapa mahasiswa kedokteran untuk mengenakan jas dokter saat menyelesaikan beberapa tes. Terbukti bahwa hasil tes kelompok mahasiswa ini lebih baik dibanding kelompok kontrol yang diminta mengenakan pakaian kasual saat mengerjakan soal-soal tes. “Belanja pakaian untuk mengubah penampilan itu baik. Apalagi untuk sebuah penampilan yang sesuai dengan lingkungan kerja yang baru,”


demikian komentar Rosdiana.
Belanja untuk mengembangkan kreativitas
“Belanja terbanyak saya adalah membeli peralatan lukis dan pernik-pernik untuk mendekorasi rumah. Orang sering mengira saya gila belanja,”. Ide-ide kreatifnya kerap  muncul sehingga mengarahkan dirinya untuk berbelanja. Meski sering berganti dekorasi rumah, bukan berarti Cita membuang barang lamanya. Semua masih disimpan untuk dipadupadankan dengan barang yang baru. “Berbelanja untuk  kreativitas menghasilkan dua kepuasan. Kepuasan pertama adalah ketika dia berhasil menemukan barang-barang yang dibutuhkan, dan kepuasan kedua terjadi ketika dia menikmati hasil rancangannya,” papar Rosdiana.
Berbelanja untuk memanipulasi suasana hati
“Orang cenderung berdandan berdasarkan mood. Padahal mood bisa dimanipulasi. Ketika Anda sedang merasa tidak happy, mengenakan busana cerah atau mewarnai kuku dengan warna yang tidak biasa, justru bisa mengubah suasana hati menjadi lebih baik,” tutur Rosdiana.  Selama Anda tetap dalam kendali, berbelanja barang untuk mengubah suasana hati tidaklah salah.
height= height=
height= height= height= height=

Popular Posts

height= height= height= height=
height= height= height= height=