Diperkirakan satu dari tiga orang pernah mengalami gangguan
pencernaan. Salah satu yang banyak diderita adalah gangguan lambung
akibat
peradangan atau disebut juga dengan gastritis. Gangguan ini terjadi akibat
rusaknya dinding dalam lambung akibat asam.
Menurut Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Marcellus Simadibrata, gastritis bukan cuma
disebabkan oleh kondisi lambung yang asam, melainkan juga terkikisnya lapisan
lambung yang merupakan pelindung dari bahan-bahan perusak. Gastritis biasanya dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama,
faktor agresif, antara lain stres, asam lambung, pepsin, dan infeksi
Helicobacter pylori. Yang kedua, faktor defensif, seperti epitel permukaan,
mukus mukosa lambung, dan prostaglandin.
Lambung secara alamiah memiliki mekanisme pertahanan
atau faktor defensif yang berupa epitel permukaan ataupun mukus mukosa.
Mekanisme pertahanan ini menjaga dinding lambung dari peradangan akibat
konsumsi makanan atau minuman, ataupun infeksi bakteri. Mekanisme inilah yang
disebut sebagai faktor defensif, sementara hal-hal yang menyebabkan kerusakan
pada lambung disebut sebagai faktor agresif.
Lambung akan sehat jika kedua faktor ini dalam keadaan
seimbang atau homeostasis. Namun, jika faktor agresif naik, dan faktor defensif
turun, maka terjadilah gangguan lambung, termasuk mag. Gangguan lambung
memiliki gejala seperti mual, muntah-muntah, perut kembung, dan sakit perut.
Salah satu obat yang berfungsi memperkuat
faktor-faktor defensif lambung yang terbukti efektif adalah dengan menggunakan
ganggang laut coklat (Cladosiphon okamuranus). Penelitian membuktikan, ganggang
laut coklat mengandung senyawa fucoidan yang dapat memperbaiki faktor defensif
lambung.
Uji klinis pada 28 penderita gastritris menunjukkan
perbaikan setelah diberikan ekstrak ganggang laut coklat. Dibandingkan dengan
plasebo, fucoidan lebih baik dalam meningkatkan ketebalan mukus di lambung
bagian atas sebanyak 32 persen dan 29 persen pada lambung bagian bawah.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI
tahun 2012, gangguan lambung yang termasuk gangguan pencernaan bagian atas
(dispepsia) memiliki frekuensi kunjungan ke rumah sakit tertinggi keenam untuk
pasien rawat inap dan tertinggi ketujuh untuk pasien rawat jalan.
Di Indonesia, prevalensi dispepsia 15-30 persen pada
orang dewasa. Sebanyak 35 persen berkonsultasi ke dokter umum, dan 40 persen
bagian gastroenterologi. Sementara itu, 49 persen dari pasien dispepsia adalah
gastritis.