6 mitos konsumsi makanan organik
Tren mengonsumsi makanan organik memang mulai
meningkat seiring dengan kesadaran akan betapa pentingnya faktor makanan bagi
kesehatan. Sebagian masyarakat bahkan rela mengeluarkan anggaran lebih
besar demi buah-buahan atau sayuran organik yang harganya relatif lebih mahal
ketimbang sayuran atau buah-buahan nonorganik.
Mengonsumsi makanan organik secara konsisten diyakini dapat
menjadi upaya mempertahankan diri dari ancaman beragam penyakit. Makanan
organik dinilai sehat karena pada saat proses penanaman sampai panen tidak
mengalami proses kimiawi atau menggunakan bahan sintetik, seperti pestisida,
herbisida, pupuk dengan kandungan kimia, penyuntikan hormon atau antibiotik,
serta prosesnya tanpa radiasi ionisasi maupun pemodifikasian genetik. Karena
itu, proses yang natural tersebut aman untuk dikonsumsi oleh tubuh. Meskipun
menyehatkan, sebenarnya tak semua makanan organik menguntungkan.
Ada
beberapa mitos seputar makanan organik yang harus diluruskan.
Dengan memahami mitos tersebut, Anda dapat menggunakan makanan organik dengan
tepat.
1.
Organik selalu aman dan baik bagi lingkungan? Organik
memang ditanam di tanah yang tidak terkontaminasi kandungan kimia atau disiram
dengan pestisida dan jenis zat kimia lain seperti halnya lahan pertanian
biasa. Namun begitu, sejak lahan pertanian organik hanya memproduksi
setengah dari produksi pertanian konvensional, lahan penanaman organik
menjadi lebih boros dalam penanaman buah dan sayuran. Dennis Avery dari Hudson
Institute's Center for Global Food Issues memperkirakan pertanian sistem modern
menghemat hingga 15 juta meter persegi pembukaan hutan dan habitat binatang
liar
2. Organik lebih banyak mengandung nutrisi? Berbagai studi mengenai makanan organik
selalu tidak konsisten. Ada
yang menyebut kandungan vitamin C dalam tomat organik lebih ketimbang
tomat biasa; ada juga yang menemukan kadar anti-kanker flavonoids pada
jagung dan strawberri organik. Namun riset lainnya menyebutkan
bahwa makanan organik tidak memiliki keunggulan lebih dalam hal kandungan
nutrisi . Apa yang membuat perbedaan mencolok dalam hal kandungan nutrisinya
adalah berapa
lama ditanam dan disimpan di rak makanan. Bayam misalnya,
dapat kehilangan setengah dari kadar foliatenya dalam waktu sepekan.
3. Organik lebih enak rasanya?
Tidak ada yang bisa mengungkapkannya kecuali dalam sebuah penelitian
tentang apel yang jenis organiknya memang lebih unggul. Untuk mendapatkan
raspberries yang rasanya lebih alami atau asam-manis, Anda harus membelinya di
tempat buah itu ditanam, pada musimnya, dan tidak disimpan dalam jangka waktu
lama. Kenyataannya, buah atau sayuran tidak akan lagi dalam kondisi
terbaiknya bila sudah melewati penerbangann yang lama atau melewati proses
pelapisan. Belum lagi bila harus disimpan selama seminggu di pasar
atau toko.
4. Tak perlu dicuci terlalu bersih
seperti makanan biasa Semuaproduk organik, apakah
dibeli dari toko grosir atau petani lokal di dekat rumah Anda, tetap rawan akan
kontaminasi bakteri seperti E. coli. Tanah dan sumber pengairan
yang terkontaminasi E. coli bisa menempel dan masuk ke dalam buah atau sayur.
Melon, selada, tauge, tomat, sbayam, daun bawang, bisa tercemar ketika mereka
tumbuh dan dekat dengan tanah. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah:
cuci semua produk dengan air yang mengalir.
5. Memakai organik = membantu petani kecil
atau perusahaan ramah lingkungan? Perusahaan-perusahaan
raksasa di AS justru berbisnis di sektor organik. General Mills memiliki
Cascadian Farms, Kraft berada di belakang Back to Nature dan Boca Burger.
Kellogg's memiliki Morningstar Farms, Tingginya permintaan
membuat perusahaan-perusahaan ini mengimpor bahan-bahan organik semurah
mungkin dari negara lain. Meski nilai penjualan produk makanan
organik di AS melonjak hingga $1 miliar pada tahun lalu, ironisnya hanya
sekitar 16 persen saja yang ditanam di lahan lokal. Dengan CO2 yang
dihasilkan dari transportasi, keramahan produk organik bagi lingkungan menjadi
dipertanyakan.
6. Organik lebih sehat buat Anda?
Makanan organik tidak lagi menyehatkan bila bentuknya sudah menjadi kripik
organik, soda organik atau kue organik. Gula dari tebu organik juga
tetaplah gula, keripik dari kentang organik juga tetaplah digoreng.