LUPA INGATAN:
“Penyakit Jiwa” Para Pejabat
Psikiater, Pengamat Kesehatan Jiwa
Saya belakangan ini lebih sering menyempatkan
diri menonton berita di TV. Hal ini karena beberapa berita yang
ditampilkan mengkaitkan dengan bidang ilmu yang saya tekuni sehari-hari yaitu
bidang ilmu kedokteran jiwa. Memang terlihat belakangan ini ada beberapa kasus
yang sedang marak diperbincangkan dikaitkan dengan terminologi kondisi mental
emosional seseorang yang merupakan ranah seorang dokter jiwa. Terakhir yang
menarik adalah masalah kondisi LUPA INGATAN yang mulai sering dialami
pejabat-pejabat kita.
Belum lama ini seorang menteri mengatakan lupa
saat diperiksa sebagai saksi di pengadilan berurusan dengan kasus korupsi. Lalu
beberapa hari kemudian seorang ketua partai besar juga tidak mengakui apa yang
pernah dikatakan oleh sang bendahara tentang keterlibatannya dalam suatu
perusahaan dan proyek yang ternyata merugikan negara.
Sayangnya sebenarnya beberapa bukti yang
terpampang jelas merujuk pada keterlibatan mereka dalam proses kejadian yang
saat ini mereka sangkal dan mengatakan lupa.
Lupa
Ingatan Itu Sakit Jiwa
Sebagai seorang psikiater saya akrab dengan
pasien-pasien yang lupa ingatan karena penyakit jiwa yang dinamakan Demensia.
Penyakit yang sering tidak diketahui sampai benar-benar parah ini hampir lebih
sering mengenai pasien lanjut usia. Paling sering yang datang ke tempat praktek
saya adalah Demensia Alzheimer.
Demensia Alzheimer adalah salah satu jenis
Demensia yang ditandai dengan penurunan secara nyata dari fungsi memori
(kesulitan dalam belajar informasi baru dan memanggil informasi yang dipelajari
sebelumnya) dan salah satu dari fungsi intelektual (gangguan bahasa, gangguan
melakukan aktifitas motorik, kesulitan dalam mengenal benda, gangguan dalam
fungsi eksekutif seperti merencanakan, mengorganisasi, pengabtrakan dan
merangkai tindakan).
Keadaan ini mengganggu fungsi pribadi dan sosial
individu itu. Demensia Alzheimer hanya merupakan salah satu dari jenis Demensia
namun angka kejadiannya paling tinggi (lebih dari 50% kasus demensia adalah
demensia Alzheimer)
Biasanya Demensia atau dikenal dengan Penyakit
Pikun ini diderita oleh pasien yang berusia 60 tahun ke atas walaupun karena
beberapa sebab seperti serangan stroke, trauma kepala berat dan kencing manis
yang tidak terkontrol, pasien bisa mengalami gejala-gejala demensia pada usia
yang lebih dini.
Gejala awal yang paling sering dialami oleh
pasien yang mengalami demensia adalah LUPA.
“Selective Dementia”
Lalu apakah yang terjadi pada para pejabat yang
sering kali lupa ingatan akan peristiwan terkait tindak korupsi ini bisa
dinamakan Demensia? Rasanya hal itu memerlukan pemeriksaan yang lebih jauh.
Hanya saja secara gamblang kita melihat bahwa apa yang dialami oleh para
pejabat ini sepertinya hanya lupa hal-hal tertentu saja bukan lupa semuanya.
Seorang pasien yang mengalami demensia apalagi
tipe Alzheimer daya pikirnya semakin lama semakin menurun. Pasien sering bahkan
sudah mulai lupa tempat tinggalnya di mana atau merasa tempat tinggalnya saat
ini bukan rumahnya. Pasien juga bisa lupa dengan anggota keluarganya bahkan
anak-anaknya sendiri.
Jika melihat dari usia, para pejabat ini tentunya
belum termasuk golongan manusia di atas 60 tahun. Lalu jika dilihat dari
riwayat kesehatan walaupun tentunya tidak pernah dikatakan ke publik, rasanya
pejabat-pejabat ini tidak pernah mengalami peristiwa sakit yang berat seperti
trauma kepala berat, serangan stroke berdarah yang membuat koma dalam jangka
waktu tertentu atau keracunan zat yang membuat otak menjadi rusak. Artinya
secara sepintas dengan mata awam kita melihat pejabat-pejabat ini baik-baik
saja kesehatannya.
”Malingering”
Lalu kalau demikian apakah masih bisa dipercaya
yang dikatakan para pejabat itu bahwa dirinya LUPA? Tentunya ini merupakan
tugas dari para penegak hukum untuk membuktikan apakah benar-benar lupa atau
sebaliknya hanya pura-pura lupa. Proses pemeriksaan dan sampai persidangan
nanti tentunya diharapkan ada suatu proses yang transparan, jujur, adil dan
memperhatikan fakta-fakta yang ada. Orang bisa seribu kali bilang Lupa tetapi
kalau fakta berkata lain maka apa yang dikatakannya bisa gugur malah bisa
disebut berbohong.
Bicara tentang gangguan jiwa yang seringkali
diungkapkan oleh para orang-orang yang terkena atau terlibat kasus-kasus hukum,
saya jadi ingat ada suatu terminologi dalam ilmu kedokteran jiwa yang disebut
Malingering. Ini merupakan suatu ”gangguan jiwa pura-pura” di mana seseorang berusaha
menampilkan dirinya dengan gejala-gejala gangguan jiwa agar terhindar dari
proses hukum atau pengadilan. MALINGERING memang bukan diagnosis gangguan jiwa,
tapi memang sepertinya banyak dialami oleh para MALING.